Sengaja
tulisan di stiker itu aku pasang di cermin lemari kamarku, agar setiap
saat aku bercermin, aku bisa membaca merenungkan makna di balik tulisan
itu.
Ah..bercerita tentang Ibu, tak akan ada habisnya, bak dongeng sebelum tidur yang selalu saja ada, meluncur keluar dari ucapan-ucapan pengantar tidur, tentunya juga pengantar tidur yang penuh makna.
Sudah berapa lama ini saya merantau, dan sudah berapa lama itu pula kerinduan hati ini belum bisa berlabuh… dan sekalinya bertemu, tergambar raut-raut wajah tua menghiasi wajahnya, berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya. Ah..ternyata lama sudah aku tidak melihat dan mengikuti perkembangan wajahmu ….
Beberapa belas tahun ke belakang ..
Aku masih teringat dengan jelas, bagaimana Ibuku membela mati-matian ketika anaknya dinakali, bagaimana kontak batin terasa begitu sangat kuat,,, serta bayangan-bayangan yang selalu berkelebat dan itu ternyata sebuah firasat yang terbukti…
Jika teringat masa-masa itu, ah..alangkah merinduan untuk merasakan belaian di pangkuannya begitu tak terbendung…
Dan dari waktu yang terus berjalan, aku bisa belajar bagaimana memposisikan dalam posisi dan persepsi orang tua. Aku yang percaya akan karma, Aku yang percaya dengan karomah orang tua, aku yang yakin dengan berkah orang tua…
Ah.. wajah itu semakin mengambarkan raut tua renta, dengan kepala penuh beruban, bermata rabun. Dan pelukan itu, masih sangat terasa erat mendekap tubuhku. Aku masih merasakannya. Tubuh tua renta itu yang berjuang siang-malam untuk menjadikanku seperti sekarang ini, sementara, aku belum bisa berbuat apa-apa selain terus membebaninya dengan fikiran-fikiran yang sebenarnya tidak perlu difikirkan. Tapi itulah orang tua, sekecil apapun cerita yang ada pada sosok anak-anaknya selalu saja menjadi beban di fikirannya.
Maafkan aku yang dulu pernah mengacuhkanmu hanya karena keinginan yang belum terpenuhi. Aku ingin seperti ini, aku ingin seperti itu, selalu engkau kabulkan, tapi ketika engkau menginginkan aku seperti yang engkau harapkan, hanya sesaat saja, aku enggan untuk memenuhinya. Aku terlupa bahwa doa orang tua sangat dikabulkan, Dan mungkin itulah yang membuatku sempat hidup dalam kesusahan, karena aku tidak berusaha menyenangkan hatinya. Bahkan disaat aku harus hidup mandiri pun, engkau masih tetap berusaha menopangku sesuai dengan tekadmu untuk menopang anak-anakmu sampai kapan engkau mampu…
Ah.. terlalu…
Ketika saat-saat hati sedang gundah gulana, sedang galau, ingin aku kembali ke pelukanmu, ingin aku melihat seoles senyum ketulusan di bibirmu dan rindu menatap mata yang penuh harap…
Aku belum bisa memberikan yang terbaik sampai detik ini, aku belum bisa mempersembahkan ikrar baktiku kepadamu sampai saat ini, bahkan hanya sekedar membasuh kedua kakimu demi mendapat keberkahan dan keridhaanmu, tidak sebagaimana engkau yang mengatakan tidak akan ridha kepada siapapun sampai aku meridhainya. Terbalik sebenarnya. Tapi disitulah wujud nyata pembelaan seorang Ibu khususnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar