VISI dan MISI

Belajar, Berkarya dan Berprestasi ... Akademis, Organisatoris, dan Humanis

TUJUAN :

Forum Pengajian Anak-anak ini adalah sarana untuk menjalin silaturrahmi dan komunikasi juga informasi bagi orang-orang yang secara khusus pernah atau sedang berada di dalamnya atau siapapun yang memiliki kepedulian dan "kepentingan"..Forum ini sebagai media untuk sharing serta memantau setiap kebijakan PAN dengan tujuan untuk menjadikan PAN lebih baik dan lebih maju untuk kedepannya.dengan adanya Share, Masukan, Kritikan positif, semuanya bisa dijadikan sebagai media pembelajaran.....

VISI :

Pengajian Anak-anak Nur Farhan adalah sebuah lembaga pendidikan keagamaan yang bertujuan menjadikan generasi muda yang faham dan mengaplikasikan nilai-nilai keagamaan...

Pengajian Anak-anak Nur Farhan menerima santri baru untuk kegiatan belajar mengajar setiap hari Senin, Rabu dan Jumat jam 16.00 - 18.00 WIB. KBM terdiri dari 3 kelas yaitu kelas TKA Putra dan Putri, TPA dan TQA. Syarat Pendafaran : Mengisi Formulir, Pas Foto dan Foto Copy Akte Kelahiran.

TULISAN BERJALAN

SUKSESKAN SUKSESI KEPEMIMPINAN PENGURUS PENGAJIAN ANAK-ANAK NUR FARHAN 2013-2015

Rabu, 24 April 2013

Bid'ah...Siapa Takut..

Dalam praktek kehidupan beragama, perbedaan pendapat adalah hal yang “wajib”, karena dengan adanya perbedaan pendapat berarti ada kehidupan yang dinamis, bukankah perbedaan itu adalah rahmat. Itu sabda Nabi. Tetapi Perbedaan menjadi rahmat itu tergantung bagaimana kita mengelola dan memanage perbedaan itu sendiri. Jika kita menyikapinya dengan pola pikir yang sempit, maka saya yakin perbedaan itu bukan Rahmat tetapi bencana. Bencana yang akan timbul dari adanya perbedaan, walau sekecil apapun itu.

Banyak golongan atau mazhab yang selalu berargumen dan berdebat seputar masalah praktek keagamaan yang selalu dibumbui dengan justifikasi kalau ini bid’ah itu bid’ah dan sebagainya.

Bolehlah, itu kembali kepada penafsiran dan pemahaman seseorang. Tetapi dengan catatan stempel bid’ah ini selayaknya tidak menjadikan Sang pelaku bid’ah menjadi sosok yang seolah-olah telah keluar dari keyakinan.

Berbicara tentang bid’ah, bid’ah sendiri bisa dimaknai dengan menambah-nambahi. Atau secara istilah Segala sesuatu yang diada-adakan setelah zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah bid‘ah, baik yang terpuji maupun yang tercela. Tentunya Definisi ini masih ada perbedaan pendapat dan definisi ini masih bersifat umum.

Jika kita berpedoman kepada definisi di atas, tentunya akan ada banyak praktek-praktek yang dikategorikan bid’ah. Baik itu dalam dataran Ibadah maupun muamalah. Yang intinya setiap gerak dan perilaku kita harus sesuai dengan yang dicontohkan nabi, Shalat, berpakaian, makan, minum, berbicara sampai kehidupan pribadi Nabi, kita harus mencontohnya. Titik. Tidak ada toleransi. Diluar itu semua : Bidah !. Bisa dimaklumi.

Selain dari definisi di atas, ada “semacam” bentuk toleransi, dengan berpendapat bahwa Bidah terbagi dua, bidah hasanah (bidah yang baik) dan bidah dhalalah (bidah yang buruk), toleransi ini bisa diambil contoh tahlilan. Nabi tidak mencontohkan tahlilan, tetapi berhubung tahlilan ini baik, yaitu mendoakan, maka diperbolehkan. Ini dalam konteks keindonesiaan, mayoritas dipegang oleh kaum Nahdliyyin (mohon dikoreksi)

Terlepas dari adanya beberapa perbedaan pendapat mengenai definisi dan contoh Bid’ah, seandainya saya diizinkan mengambil pendapat lain dengan harapan bisa menjadi jalan tengah, saya lebih setuju dengan pendapat bahwa yang dimaksud Bidah adalah Segala sesuatu yang diada-adakan dalam kaitannya dengan IBADAH MAHDLAH. (Ibadah sendiri dikategorikan menjadi Ibadah Mahdlah dan Ibadah Ghair Mahdlah). Atau Berdasarkan kepada Ijtihad atau pendapat Imam Syafii bahwa segala sesuatu perkara pada asalnya BOLEH sampai ada dalil yang melarang… sebagai contoh, dalam al-Quran hanya ada beberapa pengecualian makanan yang diharamkan. Tidak bisa dibayangkan seandainya Allah menjelaskan makanan apa saja yang diperbolehkan, maka al-Quran bagi saya tidak lebih dari daftar menu di restoran…

Terkait dengan ibadah Mahdlah atau Ibadah ritual, seperti Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa dan Haji,ini sudah jelas tuntunannya. Sehingga jika kita menambah-nambahi, maka itu bisa dikategorikan bid’ah. Tidak ada toleransi. Syahadat diganti dengan nama selain Muhammad, bukan syahadat namanya. Shalat subuh menjadi 4 rakaat sekalian olah raga, bukan shalat namanya. Puasa menjadi 1 x 24 jam, bukan puasa namanya. atau Melaksanakan Ibadah Haji bukan ke Baitullah tetapi ke Persia, atau ke Gunung Kawi, Dan seterusnya. Seandainya definisi ini dipegang oleh Mayoritas, saya yakin akan jelas mana yang termasuk bidah dan mana yang bukan.

Selanjutnya dalam urusan Ibadah Ghair Mahdlah atau dalam bahasa lain ibadah sosial, dalam hal ini kita bisa mengambil dari rujukan Imam Syafii tadi, bahwa semua hal pada dasarnya boleh sampai ada dalil yang melarang. Dalil disini selain al-Quran dan Hadis juga bisa dijadikan rujukan hukum yaitu Ijma atau kesepakatan ulama, adat, baik dan madharat.

Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kehidupan ini dinamis, dan Islam pun harus ikut “berkembang” mengikuti perkembangan zaman. Ada banyak hal yang berubah setelah Nabi Wafat dan ini membutuhkan kepastian hukum sendiri.

Jika kita berpedoman kepada definisi awal :

Segala sesuatu yang diada-adakan setelah zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah bid‘ah, baik yang terpuji maupun yang tercela (terlepas dari ibadah mahdlah atau ibadah ghair mahdlah) tentu akan banyak sekali perilaku-perilaku bid’ah yang ada disekitar kita sekarang ini. Memakai pakaian selain Jubah : Bidah (Karena Nabi belum mengenal batik :-) ), bepergian menggunakan kendaraan selain Unta dan kuda : Bidah. Menggunakan Hp, Internet, atau masalah-masalah sosial lainnya, Tahlilan, Mudik lebaran ( Nabi tidak pernah Mudik), Perayaan Sekaten, Menggunakan alat musik selain rebana, Maulid Nabi (Nabi tidak pernah merayakan hari ulang tahunnya) atau Isra Mi’raj (Rajaban), Salaman setelah shalat ( ini yang saya heran. Jangankan cuma salaman, selesai shalat langsung ke kamar mandi saja boleh, kenapa tidak dengan salaman? padahal tradisi salaman sudah keluar dari ritual shalat. dan logikanya setelah shalat, apapun bisa dilakukan) dan lain sebagainya.

Dan salah satu faktor Islam masih eksis adalah karena Islam bisa berbaur dengan budaya dan adat setempat. Bayangkan jika Islam melarang perpaduan dengan budaya setempat dengan alasan bid’ah, atau Nabi tidak mencontohkan, maka akan ada banyak kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam kaitannya dengan praktek keagamaan seseorang.

Jadi kesimpulannya, definisi BIDAH HANYA BERLAKU UNTUK KEGIATAN TAMBAHAN YANG DILAKUKAN DALAM KERANGKA IBADAH MAHDLAH. ( RUKUN ISLAM DAN RUKUN IMAN ) sementara yang berkaitan dengan Ibadah sosial, ini diperbolehkan adanya penafsiran selama penafsiran itu tidak bertentangan dengan dasar hukum yang tertinggi yaitu Quran dan Hadis.

Jadi… Bidah, Siapa takut !





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

WAKTU

MEDIA SOSIAL